Trickle Tower, Filter Biologi Terbaik


Dalam wacana ini, saya menyimpulkan dari berbagai referensi yang ada pada internet baik berkaitan dengan teori kimia air, hasil percobaan-percobaan para ahli kolam, maupun argument-argumen yang terjadi seputar permasalahan Trickle Tower yang sampai saat ini pun saya belum memperoleh teori yang pasti tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Trickle Tower sehingga ia satu-satunya jenis filter yang mampu mereduksi nitrat (NO3).
Ucapan terima kasih saya persembahkan pada Om Google yang telah membimbing saya mencari referensi yang berharga utamanya percobaan-percobaan yang tidak perlu saya lakukan sendiri. He he…

Syarat Air Bening.
Air kolam yang bening biasanya hanya memiliki 3 syarat:
  1. Bebas dari debu dan kotoran ikan.
Untuk mengatasi hal ini, perlu treatment secara mekanik agar kotoran dapat tersaring dengan sempurna, yaitu:
a) Settlement chamber, biasanya berupa vortex, untuk mengendapkan kotoran kasar dan berat,
b) Japmat, filtermat, ato brush untuk menangkap kotoran melayang yang tidak mampu diendapkan vortex,
c) Fine Mat, untuk menyaring kotoran halus
  1. Bebas dari alga.
Apabila konsentrasi ammonia dan nitrat tinggi dalam kolam, dengan bantuan sinar matahari, dapat menyebabkan air kolam menjadi hijau akibat tumbuhnya alga. Karena ukuran alga mikroskopis, ia tidak bisa tersaring lewat filter mekanik. Kita tidak perlu membunuh alga, namun mencegah agar alga tidak tumbuh yaitu dengan meminimalisir konsentrasi ammonia dan nitrat dari dalam air yaitu dengan apa yang disebut Filter Biologi yang akan kita bahas selanjutnya.
  1. Bebas dari zat pewarna
Zat pewarna yang dimaksud di sini adalah segala hal yang menyebabkan air berubah warna yang salah satu penyebabnya biasanya adalah pakan ikan. Karena itu carilah pakan yang tidak menyebabkan perubahan warna air kolam serta tidak berlebihan memberi makan. Tidak terdapat cara khusus untuk menghindari ini, namun seiring dengan oksidasi yang terjadi pada kolam, biasanya zat pewarna ini terikat dengan molekul lain dan tertangkap oleh filter mekanik.

* Nitrat, Hasil Akhir Filter Tenggelam *
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada filtrasi siklus nitrogen konvensional, produk buangan pada ikan berupa ammonia (NH3 dan NH4+) diuraikan menjadi nitrit (NO2) dan selanjutnya diubah menjadi nitrat (NO3). Baik ammonia, nitrit, dan nitrat merupakan molekul yang mempunyai ikatan dengan nitrogen yang harus dilepaskan agar siklus filtrasi berjalan optimal. Penguraian ammonia menjadi nitrit dan selanjutnya nitrat berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen) sedangkan penguraian nitrat secara anaerob. Reaksi amonia dan nitrit dengan oksigen umumnya terjadi karena dibantu oleh bakteri Nitrosomonas sp yang berperan mengoksidasi amonia menjadi nitrit, sedangkan Nitrobacter berperan mengoksidasi nitrit menjadi nitrat.
Nitrosomonas dan Nirobacter hidup dengan melekatkan diri pada benda padat, semakin luas bidang kontak maka akan semakin efektif filtrasi biologi berlangsung.

4NH3 + 7O2 ---(nitromonas)---> 4NO2 + 6H2O
2NO2 + O2 ----(nitrobacter)---> 2NO3

Proses aerob lebih mudah dilakukan dalam system filtrasi dari pada anaerob, semudah dengan kita mengaerasi air kolam dan selanjutnya biarlah bakteri melakukan proses filtrasi, baik dengan media bioball, japmat, filtermat. Biasanya system ini selalu berakhir dengan nitrat yang merupakan produk yang sulit untuk terurai mengingat harus berada pada kondisi bertentangan, anaerob. Selain itu konon kondisi anaerob berpotensi membuat koi rentan terkena penyakit sehingga jarang dilakukan. Salah satu cara penguraian nitrat adalah dengan menggunakan yang disebut “coil denitrator” yang biasanya diterapkan hanya pada aquarium yang biasanya mengikuti persamaan reaksi:

2NO3 ---( anaerob)---> N2 + 3O2

Untuk kolam, reaksi di atas hampir mustahil dilakukan mengingat besarnya kapasitas air kolam sehingga sedikit banyak nitrat dapat juga menjadi momok bagi penggila koi.

Perlu diketahui di sini bahwa filtrasi secara biologis akan cenderung memakan waktu agak lama karena terjadi proses bakteri bekerja ‘memakan’ ammonia selanjutnya menghasilkan nitrit dan nitrat, tidak bisa dalam waktu singkat. Karena itu, berdasarkan kaidah secara umum yang mungkin telah diuji oleh para pakar koi konvensional, terdapat kesepakatan bahwa volume filter tenggelam efektif seyogyanya 1/3 volume kolam. Ini tidak lain dimaksudkan, menurut saya, agar air berjalan cukup lambat di sela-sela japmat/bioball sehingga terdapat cukup waktu bagi bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi untuk menguraikan ammonia menjadi nitrit dan kemudian nitrat

Walaupun nitrat tidak berbahaya bagi ikan. Namun pada kondisi berlebih dapat menghambat pertumbuhan ikan sebagaimana seharusnya. Selain itu nitrat juga dapat memicu tumbuhnya alga dan lumut kolam yang dapat menyebabkan hijau/keruhnya air kolam. Biasanya untuk mengurangi/mengencerkan nitrat, pemilik kolam selama periode tertentu mengganti 20-25% air kolam dengan air baru. Sebuah cara praktis namun cukup merepotkan jika dilakukan tiap hari. He he…

Cara lain untuk mengurangi nitrat yaitu dengan memberi filter vegetasi. Namun dibutuhkan area filter yang cukup luas untuk menerapkan filter ini pada kolam agar berjalan efektif serta daun yang gugur harus cepat dibersihkan agar tidak menyumbang ammonia dan kotornya/tersumbatnya air kolam.

*Penggunaan Filter Tetes (Trickle Filter)*
Sebenarnya pembahasan tentang Trickle Tower telah berkembang cukup lama, baik oleh pakar kolam ataupun pakar aquarium. Namun kontroversi tentang penggunaannya sampai saat ini pun belum benar-benar tuntas secara teori. Terdapat argument cukup fundamental oleh pakar-pakar kolam berkenaan dengan permasalahan Trickle Tower yang mereduksi nitrat atau justru memproduksi nitrat (maksudnya hasil akhir dari penguraian Ammonia-nitrit-nitrat). Bagaimanapun keduanya membuktikan bahwa Trickle Tower merupakan filter yang jauh lebih efektif untuk mengurai limbah ikan dari pada tipe submerged (tenggelam). Dalam perkembangannya Momotaro mengembangkan Trickle Filter ‘model lain’dengan nama baru Bakki Shower, yaitu sedikit modifikasi pada nampan/baki sehingga nampak lucu, he he. Manakah dari kedua filter ini yang lebih efektif? Kelak akan terjelaskan.
Terdapat 3 hal yang terjadi berkenaan dengan mampunya Trickle Tower melepaskan langsung molekul nitrogen ke udara bebas:
1. Reaksi Aerob
Unsur nitrogen dapat terurai dari ketiga serangkai tersebut oleh semacam bakteri (aerob atau anaerob) melalui oksidasi yang berlebih sehingga mampu mengubah nitrit menjadi Nitrit Oksida (NO) dan yang banyak adalah Nitrat Oksida (N2O). Ini memberi pengertian bahwa dalam tiga serangkai, untuk pelepasan nitrogen, nitritlah yang menjadi pintu gerbang penguraiannya. Sehingga sebelum membentuk nitrat, nitrit telah langsung bereaksi dengan ammonia melepaskan molekul nitrogen. Bahkan agar dapat terurai, nitrat-pun harus diubah menjadi nitrit, tentu saja bakteri pengurai yang melakukannya.
‘Sebenarnya’ pada system submersible Nitrit Oksida (NO) dan Nitrat Oksida (N2O) tetap bisa dihasilkan dan siap dilepaskan ke udara sebagai suatu proses semestinya. Namun mengingat sangat minimnya aerasi dan sulitnya molekul nitrogen keluar chamber menyebabkan Nitrit Oksida (NO) dan Nitrat Oksida (N2O) kembali larut bereaksi pada air sehingga menciptakan kembali nitrit dan nitrat baru yang disirkulasikan kembali masuk ke kolam.
Kondisi oksidasi berlebihdi alam terjadi pada sungai air deras. Dengan banyaknya batu koral sepanjang perlintasan menyebabkan air menjadi bening, jauh dari kesan hijau karena alga.

  1. Reaksi Anammox(anaerobic ammonium oxidation)
Dalam proses biologi pada Trickle Filter, nitrit dan ammonia langsung dikonversi menjadi nitrogen dengan mengikuti reaksi:

NH4+ + NO2-
à N2 + 2H2O.

Bakteri yang melakukan proses ini termasuk filum planctomycetes dan Pirellula. Oksidasi berlebih di sini digunakan untuk mengubah sebagian Ammonia menjadi nitrit (NO2-) dan selanjutnya bereaksi dengan sisa-sisa ammonia yang belum terurai dalam kondisi aerob.

  1. Reaksi Oksidasi Berlebih


Berdasarkan salah satu percobaan yang dilakukan oleh Mark, seorang ahli kolam, dengan kapasitas kolam 4 ton, pompa tenggelam 25 ton/jam, dan kapasitas 1200 bioball bekas filter tenggelam, dia mampu mereduksi nitrat dari 250 ppm ke 10 ppm di kolamnya hanya dalam 6 hari.
Kalau kita lihat air yang melewati celah-celah bioball pada percobaan Mark di atas, karena karena debit yang besar, air mengalir terlalu cepat sehingga hampir mustahil bakteri pada Trickle Tower mampu menguraikan ammonia yang terkandung dalam air secara keseluruhan. Yang pasti terjadi saat itu adalah bahwa air yang mengalir tersebar pada bioball akan meningkatkan kadar oksigen secara signifikan (oksodasi berlebih) sehingga ‘memaksa’ molekul nitrogen, baik berupa N2, NO, maupun N2O, untuk ‘menguapkan diri’ lepas ikatan dengan tiga serangkai.
Ada dua kemungkinan kejadian yang terjadi:

a) Tanpa Pengaruh Biologi
Dengan Oksidasi berlebih ini dimungkinkan terjadinya pelepasan molekul nitrogen dari tiga serangkai molekul ammonia, nitrit, dan nitrat tanpa pengaruh secara biologi melainkan ‘hanya’ oksidasi berlebih. Ini juga didukung oleh kenyataan bahwa konsentrasi nitrat akan relative jarang pada air kolam dengan kondisi kurang oksigen, terbukti saat kita mendiamkan air yang mengandung nitrat, akan terjadi endapan selama beberapa hari.

b) Dengan Pengaruh Biologi
Dalam hal kolam sudah mature, sebenarnya pengaruh secara biologi sudah terjadi pada main pond yaitu dalam hal pembentukan ion amonium, nitrit, dan nitrat. Keseluruhan ion-ion yang ada hanya menunggu saat yang tepat agar dapat segera melepaskan molekul nitrogen, yaitu saat terjadinya oksidasi berlebih yang terjadi pada Trickle Tower.

Secara praktis, kita anggap ketiganya terjadi. Yang penting adalah bagaimana kita sebisa mungkin mengakomodir ketiga kejadian di atas ke dalam suatu desain Trickle Tower ideal untuk ketiga kondisi di atas.
1. Di antara ketiga kejadian, poin 1 memerlukan perlakuan relatif lebih sulit mengingat fakta bahwa berat (N2O) adalah 1,5 berat udara sehingga dia cenderung mengendap ke bagian bawah filter. Oleh sebab itu saat mendesain trickle filter bagian bawah sebisa mungkin terdapat ventilasi lebih yang memungkinkan N2O ini terbawa angin, jika tidak, bukan mustahil sebagian N2O ini kembali larut dengan air membentuk nitrat, kembali masuk ke kolam dan berputar dalam sistem. Karena itu Trickle Filter yang baik tidak mempunyai banyak nampan seperti Bakki Shower, jika mengacu pada teori ini. Lebih baik air langsung ‘bablas’ tanpa melewati nampan terlebih dahulu dengan tetap mengedepankan meratanya air ke sebanyak mungkin bioball.
2. Semakin tipis air yang melingkupi benda padat, oksidasi semakin bagus;
Ini dilakukan dengan meratakan feeder air ke sebanyak mungkin permukaan benda padat. Aliran air hendaklah tidak terlalu deras sehingga memungkinkan terdapat kondisi basah dan kering pada masing-masing bioball.
3. Semakin luas permukaan benda padat, semakin cepat tiga serangkai terurai.
Dalam hal benda padat ini saya merekomendasikan bioball sebagai medianya yang memiliki kelebihan permukaan luas dan tidak mudah mampet. Semakin berongga dan/atau semakin banyak bioball, semakin baik.
Beberapa pakar aquarium justru menganggap Trickle Tower sebagai produser nitrat. Hal ini barangkali disebabkan kurangnya sirkulasi udara pada Trickle Tower mereka mengingat lokasi aquarium yang biasanya ada dalam rumah. Lain halnya dengan kolam yang biasanya di luar rumah dimana angin semilir akan meniup produk gas molekul nitrogen dari dalam Trickle Tower. Selain itu saya cenderung berpikir bahwa mereka cenderung membuat Trickle Tower tertutup karena takut air menciprat kemana-mana yang selanjutnya juga dengan cepat akan mengurangi kapasitas air aquarium yang hanya beberapa gallon.
Saran saya bagi pemilik aquarium yang menggunakan trickle filter sebagai filtrasinya, akalilah trickle tower Anda yang tertutup itu dengan kipas angin atau menempatkan blower (biasanya bekas CPU komputer) guna menyedot N2O yang tercipta.
Semoga teori yang saya simpulkan dari berbagai referensi di internet ini bermanfaat untuk Anda. Jangan lupa kirimkan kritik dan saran membangun guna perbaikan teori Trickle Tower ini. 

Berikut videonya: