DEWAN IKAN HIAS INDONESIA
Ikan hias merupakan komoditas strategis dan ekonomis, potensi pengembangannya cukup besar dan berada di sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Saat ini Indonesia menduduki peringkat ke tiga sebagai negara eksportir ikan hias dunia dengan pangsa pasar sebesar 7,0 % setelah negara Singapura dan Malaysia, dengan dominasi negara tujuan ekspor ke Asia, Uni Eropa dan Amerika Serikat, dengan nilai mencapai US $ 7,1 Juta pada tahun 2009
Pada tahun 2011 ini target produksi untuk ikan hias sebesar 3 milyar ekor dan mengalami peningkatan terus hingga 8 milyar ekor pada tahun 2014. Target produksi ikan hias yang cukup besar ini dilandasi atas potensi sumber daya ikan hias Indonesia, dengan 400 spesies ikan air tawar dari 1.100 spesies yang ada di dunia, berada di perairan Indonesia. Selain itu, jumlah ikan hias air laut yang berjumlah 650 spesies, sedangkan yang baru diperdagangkan sekitar 200 species.
Untuk itulah diperlukan suatu wadah yang dapat mempersatukan para stakeholder ikan hias guna memperjuangkan kepentingan pengembangan ikan hias nasional, yaitu Dewan Ikan Hias Indonesia. Selain itu, Dewan Ikan Hias Indonesia dibentuk sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam mewujudkan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu menjadi salah satu penghasil produk perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015, diantaranya melalui produksi ikan hias.
Inisiasi pembentukan Dewan ikan hias ini berawal dari beberapa pertemuan ikan hias yang telah diadakan beberapa kali sebelumnya, sejak tahun 2010 pada bulan Agustus dan Oktober, kemudian pada tahun ini tanggal 21 dan 28 Januari dan 2 dan 14 Februari 2011 yang dihadiri oleh asosiasi /perkumpulan ikan hias Indonesia, para hobbies, pemerhati ikan hias, pembudidaya, pemasar, importer, eksportir serta stakeholder lainnya. Pertemuan-pertemuan ini diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Perikana Budidaya, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan serta Perhimpunan Ikan Hias Indonesia (PIHI). Setelah mendapatkan masukkan dari beberapa pertemuan tersebut diatas, maka disepakati untuk membentuk Dewan ini.
Selanjutnya Dewan Ikan Hias ini dideklarasikan di Malang pada saat pertemuan Forum Budidaya Ikan Hias pada tanggal 22 Februari 2011, dengan deklarator terdiri dari stakeholder ikan hias serta pihak pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan Kementerian Kehutanan, Kementerian Perhubungan, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi/Kabupaten/Kota).
Dewan Ikan Hias Indonesia bertujuan untuk:
- Mewujudkan sistim dan usaha ikan hias yang berkelanjutan, berdaya saing, berkerakyatan, berkeadilan dan terdesentralisasi atas kemampuan sumberdaya yang dimiliki bangsa Indonesia.
- Mengembangkan sistim dan usaha ikan hias di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor.
- Membangun masyarakat ikan hias yang tanggguh dan sejahtera
- Melakukan monitoring kegiatan usaha ikan hias mulai dari aspek hulu sampai hilir sebagai bahan untuk menyusun kebijakan ikan hias nasional.
Memang struktur organisasi Dewan Ikan Hias ini belum terbentuk, namun pada saat deklarasi telah dibentuk formatur yang akan membidani lahirnya kepengurusan pada dewan ini. Dewan ini diharapkan juga akan terbentuk di tingkat Propinsi dan kabupaten/Kota. Nantinya, akan terbentuk Dewan Pembina dan Dewan Permusyawaratan Anggota (MPA). MPA ini seperti anggota DPR yang mewakili Dewan Ikan Hias daerahnya. Kriteria daerah yang dapat duduk di MPA adalah daerah yang mempunyai potensi budidaya ikan hias yang besar dengan produksi per tahun akan ditetapkan lebih lanjut.
Harapan Terhadap Dewan Ikan Hias Indonesia
Dibentuknya dewan tidak untuk membubarkan organisasi lainnya, tapi untuk menghimpun asosiasi-asosiasi yang telah ada, malah PIHI menjadi pilar deklarasinya Dewan ini, tutur Prof. Fatuchri Sukadi, Ketua PIHI. Berbeda dengan PIHI, Dewan Ikan Hias Indonesia akan lebih berfokus pada penyusunan strategi dan kebijakan serta untuk mengawasi pemegang-pemegang amanah. Sementara PIHI masih berfokus pada hal-hal yang bersifat teknis budidaya, seperti kelangsungan hidup ikan, perubahan warna ikan, dll.
Harapan yang besar juga disampaikan oleh LSM, sebagaimana diungkapkan Gayatri dari Yayasan Alam Lestari, bila Dewan ini terbentuk berarti ada harapan pengembangan ikan hias terutama ikan hias laut, namun diharapkan Dewan ini dapat bekerja dengan optimal. Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa pengembangan ikan hias air tawar di Indonesia dilakukan oleh negara lain, seperti Singapore yang mengeksploitasi pengembangannya, misalnya melakukan penelitian hingga ke sungai-sungai di Indonesia. Dengan terbentuknya Dewan Ikan Hias, maka kondisi tersebut diatas harus ditiadakan. Dewan nantinya juga diharapkan dapat berkaca pada pengembangan ikan hias di India, yang dalam 5 tahun terakhir sangat berkembang di dalam negeri terutama untuk pasar domestik, hal ini dikarenakan pemerintah sangat mensupport.
Lain lagi pendapat Bapak Sony dari Seaword Indonesia yang baru 12 tahun bergerak dibidang ikan hias. Seaworld Indonesia ingin menampilkan sejumlah 400 spesies yang ada di Indonesia mengingat saat ini koleksi seaworld hanya berjumlah 80-90 spesies. Dengan Dewan ini diharapkan 400 spesies ikan hias yang ada di Indonesia ini dapat didisplay, bisa di Kabupaten/Propinsi/Pusat yang dapat digunakan edukasi, rekreasi dan informasi. Dewan juga diharapkan aktif, tidak seperti PIHI yang sempat mati suri selama beberapa tahun. Harapan lainnya adalah pengembangan budidaya ikan hias laut terus dilakukan.
Strategi Pemerintah
Disadari bahwa pengembangan ikan hias di Indonesia belum maksimal, oleh karenanya beberapa strategi pemerintah untuk pencapaian sasaran produksi ikan hias tahun 2011-2014, adalah penyediaan data statistik produksi ikan hias di Indonesia yang lebih tepat dan akurat sebagai data dasar pencapaian sasaran produksi yang dirasa sangat penting. Memperhatikan hal tersebut maka pemetaan sentra-sentra kawasan produksi ikan hias perlu segera direalisir. Selain itu perlu melakukan pengkajian sistem pendataan ikan hias air tawar dan laut, serta membangun sistem yang terpadu baik di tingkat produsen, pengumpul, dan eksportir.
Selain itu, pemerintah juga akan terus mendukung penyediaan induk ikan hias unggul melalui UPT Ditjen Perikanan Budidaya dan Balai Riset, Badan Litbang KKP. Hal ini tentu saja menuntut pengintesifan perekayasaan teknologi budidaya ikan hias tawar dan laut, terutama untuk jenis-jenis ikan hias ekonomis dan berkualitas ekspor.
Pemberdayaan dan Penguatan Kelembagaan Kelompok Pembudidaya Ikan Hias Skala Kecil (Temu Lapang, Percontohan, dll) juga dirasa sangat perlu dan akan terus dikembangkan, terutama untuk penyediaan paket wirausaha yaitu Pemberdayaan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) budidaya ikan hias.
Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya
Terbentuknya Dewan Ikan Hias Indonesia
Di Indonesia jumlah penghobi ikan hias mengalami peningkatan secara konstan khususnya di kalangan penghobi ikan hias air tawar. Banyak dari mereka yang merubah hobinya menjadi kegiatan komersial, di mana ikan-ikan hasil pembiakannya dijual untuk pasar domestik dan internasional. Ada banyak klub penghobi dan pembiak ikan di kota-kota di seluruh Indonesia. Di tingkat internasional, jumlah para penjual dan penghobi pun secara aktif meningkat termasuk melakukan ekspedisi ke lokasi-lokasi sungai dan laut di daerah terpencil di Indonesia untuk mencari jenis-jenis baru.
Tidak seperti halnya ikan hias air tawar, kegiatan perdagangan ikan hias laut menghadapi tantangan dalam hal pengelolaan perikanan, di mana 99% organisme yang diperdagangkan masih berasal dari tangkapan di alam. Spesis yang dihasilkan dari kegiatan perkembangbiakan masih belum mampu memenuhi besarnya permintaan pasar. Di satu sisi, beberapa jenis karang hidup yang diperdagangkan, sudah benar-benar merupakan hasil budidaya yang artinya tidak lagi berasal dari pengambilan di alam.
Pada tanggal 14 September 2011, beberapa perkumpulan ikan hias Indonesia bersepakat untuk membentuk Dewan Ikan Hias Indonesia dengan Ketua terpilih Dr Suseno Sukoyono dan Wakil Ketua Bapak Anton Saksono yang merupakan pendiri akuarium air tawar terbesar di Indonesia di daerah Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Dewan Ikan Hias Indonesia akan membawahi seluruh kegiatan ikan hias yang dilakukan di Indonesia dan membuka kerjasama dengan organisasi lain yang bekerja dalam bidang ikan hias baik di tingkat internasional, nasional maupun lokal.
Alamat Dewan Ikan Hias Internasional:
Gedung Mina Bahari Bld III, Lt 17, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Jl Medan Merdeka Timur No 16, Jakarta Pusat 10110, INDONESIA
Tel/ fax : +62 (0) 21 3522516
Sejarah Terbentuknya
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Sejak era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia, sejak itu pula perubahan kehidupan mendasar berkembang di hampir seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti merebaknya beragam krisis yang melanda Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satunya adalah berkaitan dengan Orientasi Pembangunan. Dimasa Orde Baru, orientasi pembangunan masih terkonsentrasi pada wilayah daratan.
Sektor kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski kenyataannya sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, baik jenis dan potensinya. Potensi sumberdaya tersebut terdiri dari sumberdaya yang dapat diperbaharui, seperti sumberdaya perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya laut dan pantai, energi non konvensional dan energi serta sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti sumberdaya minyak dan gas bumi dan berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan sebagainya. Tentunya inilah yang mendasari Presiden Abdurrahman Wahid dengan Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999 dalam Kabinet Periode 1999-2004 mengangkat Ir. Sarwono Kusumaatmaja sebagai Menteri Eksplorasi Laut.
Selanjutnya pengangkatan tersebut diikuti dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut (DEL) beserta rincian tugas dan fungsinya melalui Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tanggal 10 November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen. Ternyata penggunaan nomenklatur DEL tidak berlangsung lama karena berdasarkan usulan DPR dan berbagai pihak, telah dilakukan perubahan penyebutan dari Menteri Eksplorasi Laut menjadi Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 145 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999. Perubahan ini ditindaklanjuti dengan penggantian nomenklatur DEL menjadi Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) melalui Keputusan Presiden Nomor 147 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999.
Dalam perkembangan selanjutnya, telah terjadi perombakan susunan kabinet setelah Sidang Tahunan MPR tahun 2000, dan terjadi perubahan nomenklatur DELP menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sesuai Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Wewenang, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen.
Kemudian berubah menjadi Kementrian Kelautan dan Perikanan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, maka Nomenklatur Departemen Kelautan dan Perikanan menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan, sedangkan struktur organisasi pada Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak mengalami perubahan.
Dalam rangka menindaklanjuti Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tersebut, pada November 2000 telah dilakukan penyempurnaan organisasi DKP. Pada akhir tahun 2000, diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen, dimana organisasi DKP yang baru menjadi :
a. Menteri Kelautan dan Perikanan;
b. Sekretaris Jenderal;
c. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
d. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
e. Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
f. Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran;
g. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
h. Inspektorat Jenderal;
i. Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
j. Staf Ahli.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Preaturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006, maka struktur organisasi KKP menjadi :
a. Menteri Kelautan dan Perikanan;
b. Sekretaris Jenderal;
c. Inspektorat Jenderal;
d. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;
e. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;
f. Direktorat Jenderal Pengawasan & Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan;
g. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan;
h. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
i. Badan Riset Kelautan dan Perikanan;
j. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan;
k. Staf Ahli.
Tebentuknya Kementrian Kelautan dan Perikanan pada dasarnya merupakan sebuah tantangan, sekaligus peluang bagi pengembangan sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Artinya, bagaimana KKP ini menempatkan sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu sektor andalan yang mampu mengantarkan Bangsa Indonesia keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Setidaknya ada beberapa alasan pokok yang mendasarinya.
Pertama, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia tetapi juga menyimpan kekayaan sumberdaya alam laut yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Kedua, selama beberapa dasawarsa, orientasi pembangunan negara ini lebih mangarah ke darat, mengakibatkan sumberdaya daratan terkuras. Oleh karena itu wajar jika sumberdaya laut dan perikanan tumbuh ke depan.
Ketiga, dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk serta meningkatnya kesadaran manusia terhadap arti penting produk perikanan dan kelautan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia, sangat diyakini masih dapat meningkatkan produk perikanan dan kelautan di masa datang. Keempat, kawasan pesisir dan lautan yang dinamis tidak hanya memiliki potensi sumberdaya, tetapi juga memiliki potensi bagi pengembangan berbagai aktivitas pembangunan yang bersifat ekstrasi seperti industri, pemukiman, konservasi dan lain sebagainya.